DAFTAR
ISI
BAB Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................. i
DAFTAR ISI .......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
................................................................... 1
BAB II PERISTIWA-PERISTIWAN KEJIWAAN MANUSIA....... 2
A. Berpikir.................................................................................. 2
B. Intelegensi.............................................................................. 3
C. Perasaan
dan Emosi............................................................... 5
D. Motif...................................................................................... 6
BAB III
KESIMPULAN ...................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk yang berjiwa, dan kenyataan ini kiranya ada yang
membantah dan kehidupan kejiwaan itu direfleksikan dalam perilaku, aktivitas
manusia. Sudah sejak dari dahulu kala
para ahli telah membicarakan masalah ini, antara lain Plato, Aristoteles, sebagai
ahli-ahli piker yang telah membicarakan mengenai soal jiwa ini. Kalau manusia mengadakan intropeksi kepada
diri masing-masing, memang dapat dimengerti bahwa dalam dirinya manusia merasa
senang kalau melihat sesuatu yang indah, berpikir kalau menghadapi sesuatu
masalah, ingin membeli sesuatu kalau membutuhkan sesuatu barang, semua ini
memberikan gambaran bahwa dalam diri manusia berlangsung kegiatan-kegiatan atau
aktivitas-aktivitas kejiwaan.
Ada satu hal yang dapat dikemukakan lagi yaitu bahwa selain manusia
mempunyai kemampuan untuk menerima stimulus dari luar dan menyatakan apa yang
diinginkan, manusia masih dapat melihat efek atau akibat dari stimulus yang
menimbulkan state, atau keadaan yang terdapat dalam jiwa manusia itu; manusia
akan merasa senang apabila melihat sesuatu yang indah atau sebaliknya. Karena itu disamping adanya kognisi dan
konasi masih ada proses kejiwaan manusia yang berhubungan dengan emosi atau
perasaan. Walaupun kemampuan jiwa itu
digolong-golongkan, namun haruslah selalu diingat bahwa jiwa manusia itu
merupakan suatu kesatuan, suatu kebetulan atau suatu totalitas.
BAB II
PERISTIWA-PERISTIWA KEJIWAAN MANUSIA
Pada bab ini akan membahas tentang peristiwa-peristiwa kejiwaan pada
manusia yang sewajarnya dan sudah pasti ada bagi setiap manusia yang normal.
A. Berpikir
Berpikir merupakan salah satu fungsi kejiwaan manusia
yang tidak dimiliki oleh makhluk selain manusia, oleh karena itu melalui
berpikir inilah manusia dapat menciptakan kemajuan peradaban atau kebudayaan
yang selalu berkembang, dan dengan berpikir itu pula manusia mampu beragama dan
bertingkah laku susila. Berpikir erat
hubungannya dengan daya-daya jiwa yang lain, seperti tanggapan ingatan,
pengertian dan perasaan. Tanggapan
memegang peranan penting dalam berpikir, meskipun adakalanya dapat mengganggu
jalannya pikiran. Ingatan merupakan
syarat-syarat yang harus ada dalam pikiran, karena memberikan
pengalaman-pengalaman dan pengalaman yang telah lampau. Perasaan selalu menyertai pula, ia merupakan
dasar yang mendukung suasana hati, atau pemberi keterangan dan ketekunan yang
dibutuhkan untuk memecahkan masalah.
Berpikir ialah gejala jiwa yang dapat menetapkan hubungan-hubungan
antara pengetahuan-pengetahuan kita. Berpikir merupakan suatu proses dialektis,
artinya selama kita berpikir, pikiran kita mengadakan tanya jawab pikiran kita.
Untuk dapat meletakkan hubungan-hubungan antara pengetahuan kita dengan tepat.[1]
Secara sederhana
ada dau cara berpikir yaitu berpikir asosiatif dan daya ingat. Berpikir asosiatif adalah berpikir dengan
cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya. Berpikir asosiatif merupakan proses
pembentukan hubungan antara rangsangan dengan respons. Kemampuan seseorang untuk melakukan hubungan
asosiatif yang benar amat dipengaruhi
oleh tingkat pengertian atau pengetahuan yang diperoleh dari hasil belajar. Disamping itu, daya ingat pun merupakan
perwujudan belajar, sebab merupakan unsur pokok dalam berpikir asosiatif. Jadi, seseorang yang telah mengalami proses
belajar akan ditandai dengan bertambah simpanan materi (pengetahuan dan
pengertian) dalam memori, serta meningkatnya kemampuan menghubungan materi
tersebut denga situasi atau stimulus yang sedang dihadapi.[2]
“Berpikir rasional dan kritis adalah perwuudan perilaku belajar terutama
yang bertalian dengan pemecahan masalah. Dalam berpikir rasional, siswa
(seseorang) dituntut menggunakan logika (akal sehat) untuk menentukan sebab
akibat, menganalisis, menarik kesimpulan-kesimpulan, danbahkan juga menciptakan
hokum-hukum (kaidah teoritis) dan ramalan-ramalan. Dalam hal berpikir kritis, siswa
(seseorang) dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat untuk
menguji keandalan gagasan pemecahan masalah dan mengatasi kesalahan atau
kekurangan (Reber, 1988).”[3]
B. Intelegensi
“Menurut David Wechsler, inteligensi adalah
kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan
menghadapi lingkungannya secara efektif.”[4] Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa
inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir
secara rasional. Oleh karena itu,
inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan
dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir
rasional itu. Inteligensi merupakan suatu konsep mengenai kemampuan umum
individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam kemampuan yang
umum ini, terdapat kemampuan-kemampuan yang amat spesifik. Kemampuan-kemampuan yang spesifik ini
memberikan pada individu suatu kondisi yang memungkinkan tercapainya
pengetahuan, kecakapan, atau ketrampilan tertentu setelah melalui suatu
latihan. Inilah yang disebut bakat atau aptitude.
Karena suatu tes inteligensi tidak
dirancang untuk menyingkap kemampuan-kemampuan khusus ini, maka bakat tidak
dapat segera diketahui lewat tes inteligensi.
Intelegensi menurut
“Claparde dan Stern” adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri secara mental
terhadap situasi dan kondisi baru. Berbagai macam tes telah dilakukan oleh para
ahli untuk mengetahui tingkat intelegensi seseorang. Banyak faktor yang dapat
mempengaruhi tingkat intelegensi seseorang. Oleh karena itu banyak hal atau faktor yang
harus kita perhatikan supaya intelegensi yang kita miliki bisa meningkat. menurut
Wechler (1958) intelegensi sebagai "keseluruhan ke-mampuan individu untuk
berpikir dan bertindak secara terarah serta kemampuan mengolah dan menguasai
lingkungan secara efektif. Intelegensi
bukanlah suatu yang bersifat kebendaan, melainkan suatu fiksi ilmiah untuk
mendiskripsikan perilaku individu yang berkaitan dengan kemampuan intelektual. Dalam mengartikan intelegensi (kecerdasan)
ini, para ahli mempunyai pengertian yang beragam. ”Menurut W. Strem, intelegensi adalah suatu
daya jiwa untuk dapat menyesuaikan diri dengan cepat dan tepat di dalam situasi
yang baru.”[5] Deskripsi perkembangan fungsi-fungsi kognitif
secara kuantitatif dapat dikembangkan berdasarkan hasil laporan berbagai studi
pengukuran dengan menggunakan tes inteligensi sebagai alat ukurnya.
C. Perasaan dan Emosi
C. Perasaan dan Emosi
Perasaan dan emosi pada umumnya disifatkan sebagai
keadaan (strate) yang ada pada individu atau organisme pada sesuatu waktu. Misalnya seseorang merasa sedih, senang,
takut, marah ataupun gejala-gejala yang lain setelah melihat, mendengar, atau
merasakan sesuatu. Dengan kata lain
perasaan dan emosi disifatkan sebagai suatu keadaan kejiwaan pada organisme
atau individu sebagai akibat adanya peristiwa atau persepsi yang dialami oleh
organisme. Pada umumnya peristiwa atau
keadaan tersebut menimbulkan kegoncangan-kegoncangan dalam diri organisme yang
bersangkutan. ”Perasaan adalah keadaan
atau state individu sebagai akibat dari persepsi terhadap stimulus baik
eksternal maupun internal.”[6] Perasaan dialami oleh individu sebagai
perasaan senang atau tidak senang sekalipun tingkatannya dapat
berbeda-beda. Perasaan dapat timbul
karena aspek intelektual, yaitu perasaan yang timbul apabila orang dapat
memcahkan sesuatu soal, atau mendapatkan hal-hal baru sebagai hasil kerja dari
segi intelektualnya. Perasaan ini juga
merupakan pendorong atau motivasi individu dalam berbuat, dan perasaan ini
merupakan motivasi dalam lapangan ilmu pengetahuan. Orang akan merasa senang dan puas apabila
mendapatkan sesuatu pendapat atau teori yang baru dalam lapangan ilmu
pengetahuan. Anak akan merasa senang dan
puas apabila dapat memecahkan soal hitungan yang menurutnya ukurannya merupakan
soal yang sulit. ”Bagi anak-anak
perkembangan perasaan itu sanagat cepat dan besar sekali, sehingga umumnya
anak-anak akan lebih emosional dibandingkan dengan orang dewasa.”[7]
Emosi pada umumnya
berlangsung dalam waktu yang relatif singkat, sehingga emosi berbeda dengan
mood. Mood atau suasana hati pada
umumnya berlangsung dalam waktu yang relatif lebih lama daripada emosi, tetapi
intensitasnya kurang apabila dibandingkan dengan emosi. Apabila seseorang mengalami marah (emosi),
maka kemarahan tersebut tidak segera hilang begitu saja, tetapi masih terus
berlangsung dalam jiwa seseorang (ini yang dimaksud dengan mood) yang akan
berperan dalam diri yang bersangkutan.
Namun demikian juga perlu dibedakan dengan temperamen. Temperamen adalah keadaan psikis seseorang
yang lebih temperamen daripada mood, karena itu temperamen lebih merupakan
predisposisi yang ada pada diri seseorang, dan karena itu temperamen lebih
merupakan aspek kepribadian seseorang apabila dibandingkan dengan mood. ”Emosi merupakan keadaan yang ditimbulkan oleh
situasi tertentu (khusus), dan emosi cenderung terjadi dalam kaitannya dengan
perilaku yang mengarah (approach) atau menyingkiri (avadance) terhadap sesuatu,
dan perilaku tersebut pada umumnya disertai adanya ekspresi kejasmaniah,
sehingga orang lain dapat mengetahui bahwa seseorang sedang mengalami emosi.”[8]
D.
Motif
”Motif berasal dari kata Latin yaitu movere yang berarti
bergerak atau to move. Karena itu motif
dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri organisme yang
mendorong untuk berbuat.”[9] Motif sebagai pendorong pada umumnya tidak
berdiri sendiri, tetapi saling kait mengait dengan faktor-faktor lain. Hal-hal yang dapat mempengaruhi motif disebut
motivasi. Kalau orang ingin mengetahui
mengapa orang berbuat atau berperilaku ke arah sesuatu seperti yang dikerjakan,
maka orang tersebut akan terkait dengan motivasi atau perilaku yang termotivasi
(motivated behavior). Motivasi merupakan
keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku ke arah
tujuan. Dengan demikian dapat
dikemukakan bahwa motivasi itu mempunyai 3 aspek yaitu: yang pertama, keadaan
terdorong dalam diri organisme (driving state) dimana kesiapan bergerak karena
kebutuhan misalnya jasmani, karena keadaan lingkungan atau karena keadaan
mental seperti berpikir dan ingatan. Yang kedua, perilaku yang timbul dan
terarah karena keadaan ini, dan yang ketiga, goal atau tujuan yang dituju oleh
perilaku tersebut.
Motif juga membantu seseorang untuk mengadakan
prediksi tentang perilaku. Apabila orang
dapat menyimpulkan motif dari perilaku seseorang dan kesimpulan tersebut benar,
maka orang dapat memprediksi tentang apa yang akan diperbuuat oleh orang yang
bersangkutan dalam waktu yang akan datang.
Misalnya orang yang mempunyai motif berfaliasi yang tinggi, maka ia akan
mencari orang-rang untuk berteman dalam banyak kesempatan. Jadi, sekalipun motif tidak menjelaskan
secara pasti apa yang akan terjadi, tetapi dapat memberikan ide tentang apa
yang sekiranya akan diperbuat oleh seseorang individu. Misalnya orang yang butuh akan prestasi, maka
ia akan bekerja secara keras, secara baik dalam belajar, bekerja maupun dalam
aktivitas-aktivitas yang lain.
BAB III
KESIMPULAN
Banyak hal yang terjadi dalam kehidupan manusia
setiap hari, dan manusia dapat menghadapi kehidupan ini karena sifat-sifat
kejiwaan masing-masing. Kejiwaan manusia
sangat banyak sehinggab manusia dapat menjalankan kehidupan ini, tanpa jiwa
dalam diri manusia tidak pernah hidup di dunia ini. Banyak hal kejiwaan-kejiwaan yang ada dalam
diri manusia sehingga manusia terasa hidup dan mampu melakukan aktivitas yang
ada. Setiap kejiwaan yang ada manusian
sangat berkaitan sekali satu sama yang lain karena bila salah satu kejiwaan
manusia tidak bisa bekerja atau berfungsi maka orang itu bisa dikatakan tidak
normal. Salah satu kejiwaan pada manusia
yaitu emosi dan perasaan, seandainya pada manusia tidak mengalami saja yang
namanya perasaan dan emosi, maka manusia itu dikatakan tidak normal. Manusia sangat butuh sekali yang namanya
perasaan dan emosi, kalau manusia tidak ketawa dan menangis, senang dan duka,
mencintai dan dicintai, atau merasa ingin memiliki, maka manusia itu tidak
seperti manusia yang sewajarnya.
Ada banyak hal peristiwa-peristiwa kejiwaan
manusia yang tidak pernah lepas dari pada kehidupan manusia dan kejiwaan itu
sangat berfungsi pada diri manusia setiap hari.
Berpikir, intelegensi, perasaan, emosi, dan motif selalu setiap hari terjadi pada diri manusia,
contohnya saja berpikir, manusia selalu berpikir setiap saat dalam melakukan
dan memikirkan sesuatu hal. Kejiwaan
yang ada pada diri manusia tidak ada pada binatang dan kejiwaan itu hanya ada
pada manusia saja.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, H. Abu dan Supriyono, Widodo, Psikologi
Belajar, (Jakarata: Rineka Cipta, 2004)
Ahmadi, H. Abu dan Sholeh,
Munawar Sholeh, Psikologi Perkembangan, (Jakarta, Rineka Cipta, 2005)
Bimo Walgito, Pengantar psikologi Umum,
(Yogyakarta, ANDI, 2005)
Fadili
Yanur,“Intelegensi”, Online: http://fadliyanur.blogspot.com
Sujanto,
H. M. Agus, Psikologi Umum, (Bandung: Bumi Aksara, 2001)
Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru,
(Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005)
[1] H. M. Agus Sujanto, Psikologi
Umum, (Bandung: Bumi Aksara, 2001), hal 56.
[2] Muhibbin Syah, Psikologi
Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005), hal
119.
[3] H. M. Agus Sujanto,
hal 120.
[5] H.
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarata: Rineka
Cipta, 2004), hlm. 34
[7] H.
Abu Ahmadi dan Munawar Sholeh, Psikologi Perkembangan, (Jakarta, Rineka
Cipta, 2005), hlm. 97