Kamis, 16 Januari 2014

Makalah Psikologi Umum



DAFTAR ISI
BAB                                                                                                                Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................             i
DAFTAR ISI ..........................................................................................             ii
BAB I   PENDAHULUAN ...................................................................             1
BAB II   PERISTIWA-PERISTIWAN KEJIWAAN MANUSIA.......             2
A.  Berpikir..................................................................................             2
B.  Intelegensi..............................................................................             3
C.  Perasaan dan Emosi...............................................................             5
D.  Motif......................................................................................             6
BAB III  KESIMPULAN ......................................................................             8
DAFTAR PUSTAKA












BAB I
PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk yang berjiwa, dan kenyataan ini kiranya ada yang membantah dan kehidupan kejiwaan itu direfleksikan dalam perilaku, aktivitas manusia.  Sudah sejak dari dahulu kala para ahli telah membicarakan masalah ini, antara lain Plato, Aristoteles, sebagai ahli-ahli piker yang telah membicarakan mengenai soal jiwa ini.  Kalau manusia mengadakan intropeksi kepada diri masing-masing, memang dapat dimengerti bahwa dalam dirinya manusia merasa senang kalau melihat sesuatu yang indah, berpikir kalau menghadapi sesuatu masalah, ingin membeli sesuatu kalau membutuhkan sesuatu barang, semua ini memberikan gambaran bahwa dalam diri manusia berlangsung kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas kejiwaan. 
Ada satu hal yang dapat dikemukakan lagi yaitu bahwa selain manusia mempunyai kemampuan untuk menerima stimulus dari luar dan menyatakan apa yang diinginkan, manusia masih dapat melihat efek atau akibat dari stimulus yang menimbulkan state, atau keadaan yang terdapat dalam jiwa manusia itu; manusia akan merasa senang apabila melihat sesuatu yang indah atau sebaliknya.  Karena itu disamping adanya kognisi dan konasi masih ada proses kejiwaan manusia yang berhubungan dengan emosi atau perasaan.  Walaupun kemampuan jiwa itu digolong-golongkan, namun haruslah selalu diingat bahwa jiwa manusia itu merupakan suatu kesatuan, suatu kebetulan atau suatu totalitas.





BAB II
PERISTIWA-PERISTIWA KEJIWAAN MANUSIA
Pada bab ini akan membahas tentang peristiwa-peristiwa kejiwaan pada manusia yang sewajarnya dan sudah pasti ada bagi setiap manusia yang normal.
A.    Berpikir
Berpikir merupakan salah satu fungsi kejiwaan manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk selain manusia, oleh karena itu melalui berpikir inilah manusia dapat menciptakan kemajuan peradaban atau kebudayaan yang selalu berkembang, dan dengan berpikir itu pula manusia mampu beragama dan bertingkah laku susila.  Berpikir erat hubungannya dengan daya-daya jiwa yang lain, seperti tanggapan ingatan, pengertian dan perasaan.  Tanggapan memegang peranan penting dalam berpikir, meskipun adakalanya dapat mengganggu jalannya pikiran.  Ingatan merupakan syarat-syarat yang harus ada dalam pikiran, karena memberikan pengalaman-pengalaman dan pengalaman yang telah lampau.  Perasaan selalu menyertai pula, ia merupakan dasar yang mendukung suasana hati, atau pemberi keterangan dan ketekunan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah.  Berpikir ialah gejala jiwa yang dapat menetapkan hubungan-hubungan antara pengetahuan-pengetahuan kita. Berpikir merupakan suatu proses dialektis, artinya selama kita berpikir, pikiran kita mengadakan tanya jawab pikiran kita. Untuk dapat meletakkan hubungan-hubungan antara pengetahuan kita dengan tepat.[1]
Secara sederhana ada dau cara berpikir yaitu berpikir asosiatif dan daya ingat.   Berpikir asosiatif adalah berpikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya.  Berpikir asosiatif merupakan proses pembentukan hubungan antara rangsangan dengan respons.  Kemampuan seseorang untuk melakukan hubungan asosiatif  yang benar amat dipengaruhi oleh tingkat pengertian atau pengetahuan yang diperoleh dari hasil belajar.  Disamping itu, daya ingat pun merupakan perwujudan belajar, sebab merupakan unsur pokok dalam berpikir asosiatif.  Jadi, seseorang yang telah mengalami proses belajar akan ditandai dengan bertambah simpanan materi (pengetahuan dan pengertian) dalam memori, serta meningkatnya kemampuan menghubungan materi tersebut denga situasi atau stimulus yang sedang dihadapi.[2]
“Berpikir rasional dan kritis adalah perwuudan perilaku belajar terutama yang bertalian dengan pemecahan masalah. Dalam berpikir rasional, siswa (seseorang) dituntut menggunakan logika (akal sehat) untuk menentukan sebab akibat, menganalisis, menarik kesimpulan-kesimpulan, danbahkan juga menciptakan hokum-hukum (kaidah teoritis) dan ramalan-ramalan. Dalam hal berpikir kritis, siswa (seseorang) dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji keandalan gagasan pemecahan masalah dan mengatasi kesalahan atau kekurangan (Reber, 1988).”[3]
B. Intelegensi
“Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif.”[4]  Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional.  Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu. Inteligensi merupakan suatu konsep mengenai kemampuan umum individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam kemampuan yang umum ini, terdapat kemampuan-kemampuan yang amat spesifik.  Kemampuan-kemampuan yang spesifik ini memberikan pada individu suatu kondisi yang memungkinkan tercapainya pengetahuan, kecakapan, atau ketrampilan tertentu setelah melalui suatu latihan.  Inilah yang disebut bakat atau aptitude.  Karena suatu tes inteligensi tidak dirancang untuk menyingkap kemampuan-kemampuan khusus ini, maka bakat tidak dapat segera diketahui lewat tes inteligensi.
Intelegensi menurut “Claparde dan Stern” adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri secara mental terhadap situasi dan kondisi baru.  Berbagai macam tes telah dilakukan oleh para ahli untuk mengetahui tingkat intelegensi seseorang. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tingkat intelegensi seseorang.  Oleh karena itu banyak hal atau faktor yang harus kita perhatikan supaya intelegensi yang kita miliki bisa meningkat. menurut Wechler (1958) intelegensi sebagai "keseluruhan ke-mampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah serta kemampuan mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif.   Intelegensi bukanlah suatu yang bersifat kebendaan, melainkan suatu fiksi ilmiah untuk mendiskripsikan perilaku individu yang berkaitan dengan kemampuan intelektual.  Dalam mengartikan intelegensi (kecerdasan) ini, para ahli mempunyai pengertian yang beragam.  ”Menurut W. Strem, intelegensi adalah suatu daya jiwa untuk dapat menyesuaikan diri dengan cepat dan tepat di dalam situasi yang baru.”[5]  Deskripsi perkembangan fungsi-fungsi kognitif secara kuantitatif dapat dikembangkan berdasarkan hasil laporan berbagai studi pengukuran dengan menggunakan tes inteligensi sebagai alat ukurnya.
C.  Perasaan dan Emosi
Perasaan dan emosi pada umumnya disifatkan sebagai keadaan (strate) yang ada pada individu atau organisme pada sesuatu waktu.  Misalnya seseorang merasa sedih, senang, takut, marah ataupun gejala-gejala yang lain setelah melihat, mendengar, atau merasakan sesuatu.  Dengan kata lain perasaan dan emosi disifatkan sebagai suatu keadaan kejiwaan pada organisme atau individu sebagai akibat adanya peristiwa atau persepsi yang dialami oleh organisme.  Pada umumnya peristiwa atau keadaan tersebut menimbulkan kegoncangan-kegoncangan dalam diri organisme yang bersangkutan.  ”Perasaan adalah keadaan atau state individu sebagai akibat dari persepsi terhadap stimulus baik eksternal maupun internal.”[6]  Perasaan dialami oleh individu sebagai perasaan senang atau tidak senang sekalipun tingkatannya dapat berbeda-beda.  Perasaan dapat timbul karena aspek intelektual, yaitu perasaan yang timbul apabila orang dapat memcahkan sesuatu soal, atau mendapatkan hal-hal baru sebagai hasil kerja dari segi intelektualnya.  Perasaan ini juga merupakan pendorong atau motivasi individu dalam berbuat, dan perasaan ini merupakan motivasi dalam lapangan ilmu pengetahuan.  Orang akan merasa senang dan puas apabila mendapatkan sesuatu pendapat atau teori yang baru dalam lapangan ilmu pengetahuan.  Anak akan merasa senang dan puas apabila dapat memecahkan soal hitungan yang menurutnya ukurannya merupakan soal yang sulit.  ”Bagi anak-anak perkembangan perasaan itu sanagat cepat dan besar sekali, sehingga umumnya anak-anak akan lebih emosional dibandingkan dengan orang dewasa.”[7]
Emosi pada umumnya berlangsung dalam waktu yang relatif singkat, sehingga emosi berbeda dengan mood.  Mood atau suasana hati pada umumnya berlangsung dalam waktu yang relatif lebih lama daripada emosi, tetapi intensitasnya kurang apabila dibandingkan dengan emosi.  Apabila seseorang mengalami marah (emosi), maka kemarahan tersebut tidak segera hilang begitu saja, tetapi masih terus berlangsung dalam jiwa seseorang (ini yang dimaksud dengan mood) yang akan berperan dalam diri yang bersangkutan.  Namun demikian juga perlu dibedakan dengan temperamen.  Temperamen adalah keadaan psikis seseorang yang lebih temperamen daripada mood, karena itu temperamen lebih merupakan predisposisi yang ada pada diri seseorang, dan karena itu temperamen lebih merupakan aspek kepribadian seseorang apabila dibandingkan dengan mood.  ”Emosi merupakan keadaan yang ditimbulkan oleh situasi tertentu (khusus), dan emosi cenderung terjadi dalam kaitannya dengan perilaku yang mengarah (approach) atau menyingkiri (avadance) terhadap sesuatu, dan perilaku tersebut pada umumnya disertai adanya ekspresi kejasmaniah, sehingga orang lain dapat mengetahui bahwa seseorang sedang mengalami emosi.”[8]
D.      Motif
”Motif berasal dari kata Latin yaitu movere yang berarti bergerak atau to move.  Karena itu motif dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri organisme yang mendorong untuk berbuat.”[9]  Motif sebagai pendorong pada umumnya tidak berdiri sendiri, tetapi saling kait mengait dengan faktor-faktor lain.  Hal-hal yang dapat mempengaruhi motif disebut motivasi.  Kalau orang ingin mengetahui mengapa orang berbuat atau berperilaku ke arah sesuatu seperti yang dikerjakan, maka orang tersebut akan terkait dengan motivasi atau perilaku yang termotivasi (motivated behavior).  Motivasi merupakan keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku ke arah tujuan.  Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa motivasi itu mempunyai 3 aspek yaitu: yang pertama, keadaan terdorong dalam diri organisme (driving state) dimana kesiapan bergerak karena kebutuhan misalnya jasmani, karena keadaan lingkungan atau karena keadaan mental seperti berpikir dan ingatan. Yang kedua, perilaku yang timbul dan terarah karena keadaan ini, dan yang ketiga, goal atau tujuan yang dituju oleh perilaku tersebut.
Motif  juga membantu seseorang untuk mengadakan prediksi tentang perilaku.  Apabila orang dapat menyimpulkan motif dari perilaku seseorang dan kesimpulan tersebut benar, maka orang dapat memprediksi tentang apa yang akan diperbuuat oleh orang yang bersangkutan dalam waktu yang akan datang.  Misalnya orang yang mempunyai motif berfaliasi yang tinggi, maka ia akan mencari orang-rang untuk berteman dalam banyak kesempatan.  Jadi, sekalipun motif tidak menjelaskan secara pasti apa yang akan terjadi, tetapi dapat memberikan ide tentang apa yang sekiranya akan diperbuat oleh seseorang individu.  Misalnya orang yang butuh akan prestasi, maka ia akan bekerja secara keras, secara baik dalam belajar, bekerja maupun dalam aktivitas-aktivitas yang lain.












BAB III

KESIMPULAN

Banyak hal yang terjadi dalam kehidupan manusia setiap hari, dan manusia dapat menghadapi kehidupan ini karena sifat-sifat kejiwaan masing-masing.  Kejiwaan manusia sangat banyak sehinggab manusia dapat menjalankan kehidupan ini, tanpa jiwa dalam diri manusia tidak pernah hidup di dunia ini.  Banyak hal kejiwaan-kejiwaan yang ada dalam diri manusia sehingga manusia terasa hidup dan mampu melakukan aktivitas yang ada.  Setiap kejiwaan yang ada manusian sangat berkaitan sekali satu sama yang lain karena bila salah satu kejiwaan manusia tidak bisa bekerja atau berfungsi maka orang itu bisa dikatakan tidak normal.  Salah satu kejiwaan pada manusia yaitu emosi dan perasaan, seandainya pada manusia tidak mengalami saja yang namanya perasaan dan emosi, maka manusia itu dikatakan tidak normal.  Manusia sangat butuh sekali yang namanya perasaan dan emosi, kalau manusia tidak ketawa dan menangis, senang dan duka, mencintai dan dicintai, atau merasa ingin memiliki, maka manusia itu tidak seperti manusia yang sewajarnya.
Ada banyak hal peristiwa-peristiwa kejiwaan manusia yang tidak pernah lepas dari pada kehidupan manusia dan kejiwaan itu sangat berfungsi pada diri manusia setiap hari.  Berpikir, intelegensi, perasaan, emosi, dan motif  selalu setiap hari terjadi pada diri manusia, contohnya saja berpikir, manusia selalu berpikir setiap saat dalam melakukan dan memikirkan sesuatu hal.  Kejiwaan yang ada pada diri manusia tidak ada pada binatang dan kejiwaan itu hanya ada pada manusia saja.



 

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, H. Abu dan Supriyono, Widodo, Psikologi Belajar, (Jakarata: Rineka Cipta, 2004)

Ahmadi, H. Abu dan Sholeh, Munawar Sholeh, Psikologi Perkembangan, (Jakarta, Rineka Cipta, 2005)

Bimo Walgito, Pengantar psikologi Umum, (Yogyakarta, ANDI, 2005)

Fadili Yanur,“Intelegensi”, Online: http://fadliyanur.blogspot.com

Sujanto, H. M. Agus, Psikologi Umum, (Bandung: Bumi Aksara, 2001)
Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005)



[1] H. M. Agus Sujanto, Psikologi Umum, (Bandung: Bumi Aksara, 2001), hal 56.
[2] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005), hal 119.

[3] H. M. Agus Sujanto, hal 120.

[4] Fadili Yanur,“Intelegensi”, Online: http://fadliyanur.blogspot.com, Diakses: 27 November 2011
[5] H. Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarata: Rineka Cipta, 2004), hlm. 34
[6] Bimo Walgito, Pengantar  Psikologi Umum, (Yogyakarta, ANDI, 2005), hlm. 222

[7] H. Abu Ahmadi dan Munawar Sholeh, Psikologi Perkembangan, (Jakarta, Rineka Cipta, 2005), hlm. 97
[8] Bimo Walgito, hlm. 229

[9] Ibid, 240

Tidak ada komentar:

Posting Komentar